Back

USD/IDR Bangkit Didukung Data Ekonomi, Rupiah Melemah Jelang Libur Panjang, Fokus ke FOMC

  • USD/IDR naik ke 16.315 didorong aksi ambil untung, permintaan Dolar AS akhir bulan, dan rilis data AS yang lebih baik.
  • Optimisme fiskal dan aliran modal asing sempat menopang Rupiah, tetapi penguatan Greenback dalam dua hari terakhir kembali memberi tekanan.
  • Menunggu arah kebijakan dari risalah rapat FOMC sebagai kompas pergerakan USD/IDR selanjutnya.

Pada hari Rabu, siang hari waktu Indonesia Barat, pasangan mata uang USD/IDR bergerak ke atas setelah rilis data AS semalam. Rupiah Indonesia (IDR) melemah ke 16.315 melawan Dolar AS (USD) di hari terakhir menjelang hari libur nasional. Pasar keuangan domestik akan tutup di hari Kamis dan Jumat untuk memperingati Hari Kenaikan Yesus Kristus dan cuti bersama. Pelemahan Rupiah dipicu oleh beberapa faktor, termasuk aksi ambil untung para pedagang lokal, permintaan Dolar yang lebih tinggi dari perusahaan menjelang akhir bulan, serta penguatan Greenback usai rilis data penting AS yang lebih baik dari estimasi.

Menjelang perdagangan sesi Eropa, Indeks Dolar AS (DXY) – yang melacak kinerja nilai USD terhadap enam mata uang utama – diperdagangkan di 99,77. Indeks tersebut menguat sebesar 0,77%, ini menjadi kenaikan dua hari berturut-turut setelah sempat menyentuh terendah mingguan di 98,69.

Optimisme Fiskal dan Arus Modal Asing Sempat Topang Rupiah, Tapi Dolar AS Kembali Menekan

Optimisme fiskal sempat menjadi pendorong bagi Rupiah, Wakil Menteri Keuangan, Thomas Djiwandono, dalam konferensi pers “APBN Kita” edisi Mei 2025 menyebut bahwa "pemenuhan target pembiayaan berjalan on track dengan berbagai langkah mitigasi risiko". Hingga April 2025, pemerintah telah menarik utang sebesar Rp304 triliun yang mencapai 39,2% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dengan target pembiayaan utang Indonesia pada 2025 adalah Rp 775,9 Triliun.

Menurut Wamenkeu, tekanan pasar global mulai mereda, mendorong arus modal asing kembali masuk ke pasar saham dan obligasi Indonesia. Kondisi ini sempat menopang penguatan Rupiah selama lebih dari sepekan terakhir. Namun, kebangkitan Dolar AS telah membalikkan arah karena data-data AS yang dirilis semalam, ternyata tidak seburuk yang diprakirakan.

Berdasarkan data terbaru, Imbal Hasil Obligasi Indonesia (SBN/Surat Berharga Negara) bertenor 10 Tahun tercatat di 6,8 % +0,015 (+0,22%), tenor lima tahun di 6,4%, +0,006 (+0,09%).

Data AS Membantu Sentimen dan Greenback

Pesanan barang tahan lama di AS pada bulan April merosot 6,3% dari 7,6%, masih lebih baik dari estimasi pasar yang memprediksi penurunan 7,9%, catat Biro Sensus AS dalam laporannya pada hari Selasa. Tingkat ini setara dengan penurunan sebesar $19,9 miliar menjadi total $296,3 miliar. Data yang mengecualikan sektor transportasi naik 0,2% dan data tanpa komponen pertahanan tercatat turun 7,5%. Data yang lebih kuat dari estimasi ini telah mendongkrak DXY hingga ke level di atas 99,50.

Indeks Keyakinan Konsumen yang dirilis Conference Board (CB) naik ke 98,0 dari 86,0. Sentimen konsumen di bulan Mei menunjukkan perbaikan, karena pulihnya pandangan terhadap kondisi bisnis dan pasar kerja saat ini. Indeks Situasi Saat Ini naik 4,8 poin ke level 135,9, angka tertinggi dalam tiga bulan. Indeks Ekspektasi melonjak tajam sebesar 17,4 poin menjadi 72,8, yang menyoroti meningkatnya optimisme konsumen terhadap prospek ekonomi dan meredam kekhawatiran akan resesi di AS.

Namun, pasar masih meragukan kredibilitas Dolar AS. Ketidakpastian soal kebijakan tarif AS, utang pemerintah yang membengkak, serta defisit fiskal masih menjadi faktor yang mengikis kepercayaan terhadap Dolar AS.

"Untuk saat ini, ketidakpastian tarif telah muncul kembali menyusul ancaman tarif Trump terhadap UE (meskipun ditunda) dan produsen smartphone." catat analis Valas OCBC, Frances Cheung dan Christopher Wong. "Ketidakpastian kebijakan seputar tarif Trump, utang yang membengkak, dan defisit adalah beberapa risiko yang berfokus pada AS yang mungkin terus merusak kepercayaan terhadap USD." lapor para analis tersebut lebih lanjut.

Risalah Rapat FOMC Menjadi Fokus Utama

Para pelaku pasar kini menunggu rilis risalah rapat FOMC yang dijadwalkan pada pukul 18:00 GMT (Kamis, 01:00 WIB) yang diharapkan dapat memberikan petunjuk baru mengenai arah kebijakan suku bunga The Fed ke depan. Sinyal yang muncul akan memicu pergerakan USD dan memberikan dorongan pada pasangan mata uang USD/IDR.

Presiden Bank Federal Reserve (The Fed) Minneapolis, Neel Kashkari, menunjukkan nada hawkish untuk kebijakan moneter dengan mengatakan "mendukung sikap mempertahankan suku bunga kebijakan, hingga ada kejelasan lebih lanjut mengenai jalur tarif dan dampaknya terhadap harga dan aktivitas ekonomi," saat memberikan sambutan di konferensi Institut Studi Moneter dan Ekonomi Bank Jepang pada hari Selasa.

Fokus kemudian akan beralih ke PDB Pendahuluan AS Kuartal 1 yang dirilis pada hari Kamis, diikuti oleh Indeks Harga Belanja Konsumsi Pribadi (Personal Consumption Expenditure/PCE) AS pada hari Jumat.

Indikator Ekonomi

Risalah Rapat FOMC

FOMC singkatan dari Federal Open Market Committee yang mengatur 8 pertemuan dalam setahun dan ulasan kondisi ekonomi dan keuangan, menentukan sikap yang tepat dalam kebijakan moneter dan menilai risiko terhadap tujuan jangka panjang atas stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. FOMC Minutes yang dirilis oleh Dewan Gubernur Federal Reserve dan panduan yang jelas untuk kebijakan suku bunga AS di masa yang akan datang.

Baca lebih lanjut

Rilis berikutnya Rab Mei 28, 2025 18.00

Frekuensi: Tidak teratur

Konsensus: -

Sebelumnya: -

Sumber: Federal Reserve

Risalah Rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) biasanya diterbitkan tiga minggu setelah hari keputusan kebijakan. Investor mencari petunjuk mengenai prospek kebijakan dalam publikasi ini di samping pembagian suara. Nada bullish kemungkinan akan memberikan dorongan bagi greenback sementara sikap dovish dipandang sebagai USD-negatif. Perlu dicatat bahwa reaksi pasar terhadap Risalah Rapat FOMC dapat tertunda karena outlet berita tidak memiliki akses ke publikasi sebelum rilis, tidak seperti Pernyataan Kebijakan FOMC.

Tarif FAQs

Meskipun tarif dan pajak keduanya menghasilkan pendapatan pemerintah untuk mendanai barang dan jasa publik, keduanya memiliki beberapa perbedaan. Tarif dibayar di muka di pelabuhan masuk, sementara pajak dibayar pada saat pembelian. Pajak dikenakan pada wajib pajak individu dan perusahaan, sementara tarif dibayar oleh importir.

Ada dua pandangan di kalangan ekonom mengenai penggunaan tarif. Sementara beberapa berpendapat bahwa tarif diperlukan untuk melindungi industri domestik dan mengatasi ketidakseimbangan perdagangan, yang lain melihatnya sebagai alat yang merugikan yang dapat berpotensi mendorong harga lebih tinggi dalam jangka panjang dan menyebabkan perang dagang yang merusak dengan mendorong tarif balas-membalas.

Selama menjelang pemilihan presiden pada November 2024, Donald Trump menegaskan bahwa ia berniat menggunakan tarif untuk mendukung perekonomian AS dan produsen Amerika. Pada tahun 2024, Meksiko, Tiongkok, dan Kanada menyumbang 42% dari total impor AS. Dalam periode ini, Meksiko menonjol sebagai eksportir teratas dengan $466,6 miliar, menurut Biro Sensus AS. Oleh karena itu, Trump ingin fokus pada ketiga negara ini saat memberlakukan tarif. Ia juga berencana menggunakan pendapatan yang dihasilkan melalui tarif untuk menurunkan pajak penghasilan pribadi.

EUR/GBP Bertahan di Bawah 0,8400 Menjelang Data Ketenagakerjaan Jerman

Pasangan mata uang EUR/GBP diperdagangkan dengan kenaikan ringan di sekitar 0,8390 selama awal sesi Eropa pada hari Rabu. Euro (EUR) menguat terhadap Pound Sterling (GBP) di tengah de-eskalasi ketegangan perdagangan antara Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS)
Baca selengkapnya Previous

Valas Hari Ini: Dolar AS Melanjutkan Pemulihan Menjelang Risalah Rapat FOMC

Berikut adalah yang perlu Anda ketahui pada hari Rabu, 28 Mei:
Baca selengkapnya Next